Tak Hanya Angka, Ini Cara RI Lawan Lonjakan Beban Bunga Utang

Dari fleksibilitas penerbitan SBN hingga optimalisasi tenor, langkah pemerintah ini patut diapresiasi meski anggaran bunga naik 8,6%.

Avatar photo

- Pewarta

Selasa, 19 Agustus 2025 - 13:58 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menkeu Sri Mulyani paparkan strategi tekan beban bunga utang di RAPBN 2026, termasuk penerbitan instrumen syariah dan green bond. (Facebook.com @Sri Mulyani Indrawati)

Menkeu Sri Mulyani paparkan strategi tekan beban bunga utang di RAPBN 2026, termasuk penerbitan instrumen syariah dan green bond. (Facebook.com @Sri Mulyani Indrawati)

ANGGARAN membengkak, kredibilitas dipertaruhkan – bagaimana pemerintah menyeimbangkan keduanya?

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengalokasikan anggaran pembayaran bunga utang sebesar Rp599,44 triliun pada 2026, naik 8,6% dari proyeksi 2025.

Lonjakan ini memantik pertanyaan: sejauh mana beban utang bisa dikendalikan di tengah gejolak ekonomi global?

ADVERTISEMENT

RILISPERS.COM

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dominasi Utang Dalam Negeri dan Risiko Nilai Tukar

Sebanyak Rp538,70 triliun (89,9%) dari total anggaran bunga utang dialokasikan untuk pembayaran utang dalam negeri, sementara sisanya Rp60,74 triliun untuk utang luar negeri.

Komposisi ini menunjukkan strategi home bias pemerintah, namun tidak sepenuhnya aman dari fluktuasi nilai tukar.

“Secara inheren, beban bunga utang terdampak risiko volatilitas rupiah terhadap mata uang asing dan perubahan suku bunga,” jelas Nota Keuangan RAPBN 2026 (Kemenkeu, 2025).

Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, depresiasi rupiah 1% bisa menambah beban bunga utang luar negeri hingga Rp600 miliar.

Kenaikan Lebih Rendah, Tapi Masih Jadi Beban Fiskal

Meski kenaikan anggaran bunga 2026 (8,6%) lebih rendah dibanding 2025 (13%), nominalnya tetap membebani belanja negara.

Pembayaran ini mencakup kupon Surat Berharga Negara (SBN), bunga pinjaman, dan biaya pengelolaan utang.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah berkomitmen menjaga kredibilitas dengan membayar tepat waktu, namun juga mendorong efisiensi melalui:

1. Penerbitan utang fleksibel berbasis kondisi pasar.
2. Optimalisasi struktur portofolio (tenor, mata uang, instrumen).
3. Strategi refinancing untuk tekan biaya (roll-over utang jatuh tempo).

“Pengelolaan utang harus prudent, terukur, dan berbasis manajemen risiko,” tegasnya dalam RAPBN 2026 (Kemenkeu, 2025).

Tantangan: Suku Bunga Global dan Sentimen Pasar

Faktor eksternal seperti kenaikan suku bunga The Fed dan ketegangan geopolitik berpotensi memicu capital outflow, memperberat tekanan pada rupiah dan imbal hasil (yield) SBN.

Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan kesiapan intervensi: “BI akan menjaga stabilitas rupiah dengan triple intervention (pasar valas, SBN, dan DNDF)”.

Analis pasar modal mengingatkan, yield SUN 10 tahun masih di atas 7%, lebih tinggi daripada rata-rata negara emerging market lainnya. Ini memperbesar biaya penerbitan utang baru.

Anggaran bunga utang 2026 setara dengan 31% dari total belanja pendidikan (Rp608 triliun) dan 2,5 kali lipat anggaran kesehatan (Rp236 triliun).

Peneliti INDEF Nailul Huda memperingatkan: “Jika tidak dikendalikan, beban bunga bisa menggerus ruang fiskal untuk program prioritas seperti infrastruktur dan perlindungan sosial”.

Menjaga Keseimbangan antara Kebutuhan dan Risiko

Pemerintah memproyeksikan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) stabil di bawah 40%, masih aman dari batas UU Keuangan Negara (60%).

Namun, ekonom mengingatkan: “Yang perlu diwaspadai adalah tren pembayaran bunga yang terus naik, meski utang tidak bertambah signifikan”.

Di tengah ketidakpastian global, langkah efisiensi pengelolaan utang menjadi kunci.

Tantangannya adalah meminimalkan beban bunga tanpa mengorbankan kredibilitas – sebuah tugas yang membutuhkan presisi kebijakan dan ketepatan timing.

“Kami akan terus mengoptimalkan pembiayaan yang efisien, termasuk memanfaatkan green bonds dan instrumen syariah,” pungkas Sri Mulyani.

Keputusan hari ini akan menentukan seberapa tangguh fiskal Indonesia menghadapi badai ekonomi esok hari.****

Berita Terkait

Dari Optimis Jadi Waspada, CSA Index September 2025 di 65,4
60% Sektor Informal, Indonesia Perlu Strategi Kolektif Hadapi Tantangan
Menkeu Purbaya Targetkan Pertumbuhan 7 Persen, DPR Ingatkan Risiko PHK dan Defisit APBN
BI Optimistis Kredit Akan Lebih Murah, Likuiditas Bank Cukup Kuat
Menarik Minat Jurnalis Ekonomi Butuh Strategi Undangan yang Tepat
Indonesia Perkuat Hilirisasi Nikel dengan Investasi Strategis Energi Hijau
Tren Press Release Galeri Foto Perkuat Branding Dan Transparansi
Pasar Saham RI Menguat, CSA Index Capai Angka Impresif
Jasasiaranpers.com dan media online ini mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.

Berita Terkait

Jumat, 12 September 2025 - 22:02 WIB

Dari Optimis Jadi Waspada, CSA Index September 2025 di 65,4

Kamis, 11 September 2025 - 13:45 WIB

60% Sektor Informal, Indonesia Perlu Strategi Kolektif Hadapi Tantangan

Kamis, 11 September 2025 - 07:44 WIB

Menkeu Purbaya Targetkan Pertumbuhan 7 Persen, DPR Ingatkan Risiko PHK dan Defisit APBN

Kamis, 4 September 2025 - 08:21 WIB

BI Optimistis Kredit Akan Lebih Murah, Likuiditas Bank Cukup Kuat

Selasa, 2 September 2025 - 06:58 WIB

Menarik Minat Jurnalis Ekonomi Butuh Strategi Undangan yang Tepat

Berita Terbaru

EKONOMI

Dari Optimis Jadi Waspada, CSA Index September 2025 di 65,4

Jumat, 12 Sep 2025 - 22:02 WIB