ANGGARAN membengkak, kredibilitas dipertaruhkan – bagaimana pemerintah menyeimbangkan keduanya?
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengalokasikan anggaran pembayaran bunga utang sebesar Rp599,44 triliun pada 2026, naik 8,6% dari proyeksi 2025.
Lonjakan ini memantik pertanyaan: sejauh mana beban utang bisa dikendalikan di tengah gejolak ekonomi global?
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dominasi Utang Dalam Negeri dan Risiko Nilai Tukar
Sebanyak Rp538,70 triliun (89,9%) dari total anggaran bunga utang dialokasikan untuk pembayaran utang dalam negeri, sementara sisanya Rp60,74 triliun untuk utang luar negeri.
Komposisi ini menunjukkan strategi home bias pemerintah, namun tidak sepenuhnya aman dari fluktuasi nilai tukar.
“Secara inheren, beban bunga utang terdampak risiko volatilitas rupiah terhadap mata uang asing dan perubahan suku bunga,” jelas Nota Keuangan RAPBN 2026 (Kemenkeu, 2025).
Baca Juga:
Kebakaran di IMIP Morowali: Diduga Korsleting Listrik, Belum Ada Laporan Korban Jiwa
Prabowo Usulkan Solusi Dua Negara, Netanyahu Menjawab Dengan Janji Teknologi
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, depresiasi rupiah 1% bisa menambah beban bunga utang luar negeri hingga Rp600 miliar.
Kenaikan Lebih Rendah, Tapi Masih Jadi Beban Fiskal
Meski kenaikan anggaran bunga 2026 (8,6%) lebih rendah dibanding 2025 (13%), nominalnya tetap membebani belanja negara.
Pembayaran ini mencakup kupon Surat Berharga Negara (SBN), bunga pinjaman, dan biaya pengelolaan utang.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah berkomitmen menjaga kredibilitas dengan membayar tepat waktu, namun juga mendorong efisiensi melalui:
Baca Juga:
60% Sektor Informal, Indonesia Perlu Strategi Kolektif Hadapi Tantangan
Menkeu Purbaya Targetkan Pertumbuhan 7 Persen, DPR Ingatkan Risiko PHK dan Defisit APBN
Lebih dari 50 Organisasi Tionghoa Hadir, PSMTI Tegaskan Peran Bangsa 2025
1. Penerbitan utang fleksibel berbasis kondisi pasar.
2. Optimalisasi struktur portofolio (tenor, mata uang, instrumen).
3. Strategi refinancing untuk tekan biaya (roll-over utang jatuh tempo).
“Pengelolaan utang harus prudent, terukur, dan berbasis manajemen risiko,” tegasnya dalam RAPBN 2026 (Kemenkeu, 2025).
Tantangan: Suku Bunga Global dan Sentimen Pasar
Faktor eksternal seperti kenaikan suku bunga The Fed dan ketegangan geopolitik berpotensi memicu capital outflow, memperberat tekanan pada rupiah dan imbal hasil (yield) SBN.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan kesiapan intervensi: “BI akan menjaga stabilitas rupiah dengan triple intervention (pasar valas, SBN, dan DNDF)”.
Analis pasar modal mengingatkan, yield SUN 10 tahun masih di atas 7%, lebih tinggi daripada rata-rata negara emerging market lainnya. Ini memperbesar biaya penerbitan utang baru.
Anggaran bunga utang 2026 setara dengan 31% dari total belanja pendidikan (Rp608 triliun) dan 2,5 kali lipat anggaran kesehatan (Rp236 triliun).
Baca Juga:
Operasi Bersih Sawit Ilegal 360 Hektare di Gunung Leuser
Efektivitas Sabun Cuci Tangan Dan Hand Sanitizer Terbukti Berbeda
BI Optimistis Kredit Akan Lebih Murah, Likuiditas Bank Cukup Kuat
Peneliti INDEF Nailul Huda memperingatkan: “Jika tidak dikendalikan, beban bunga bisa menggerus ruang fiskal untuk program prioritas seperti infrastruktur dan perlindungan sosial”.
Menjaga Keseimbangan antara Kebutuhan dan Risiko
Pemerintah memproyeksikan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) stabil di bawah 40%, masih aman dari batas UU Keuangan Negara (60%).
Namun, ekonom mengingatkan: “Yang perlu diwaspadai adalah tren pembayaran bunga yang terus naik, meski utang tidak bertambah signifikan”.
Di tengah ketidakpastian global, langkah efisiensi pengelolaan utang menjadi kunci.
Tantangannya adalah meminimalkan beban bunga tanpa mengorbankan kredibilitas – sebuah tugas yang membutuhkan presisi kebijakan dan ketepatan timing.
“Kami akan terus mengoptimalkan pembiayaan yang efisien, termasuk memanfaatkan green bonds dan instrumen syariah,” pungkas Sri Mulyani.
Keputusan hari ini akan menentukan seberapa tangguh fiskal Indonesia menghadapi badai ekonomi esok hari.****